Namaku
Nurul. Aku ingin menceritakan sebuah kisah seram yang kualami akibat
perbuatanku sendiri. Kalian tentu pernah mendengar sebuah permainan pemanggil
hantu. Banyak sekali cara yang dipercaya dapat memanggil hantu, salah satunya
yaitu menggunakan sebuah papan. Papan tersebut berisi tulisan alphabet, ya,
tidak, dan selamat tinggal. Papan tersebut bernama Papan OUIJA.
Satu
bulan yang lalu sebelum aku mengalami kejadian mengerikan ini, aku membeli
sebuah papan Ouija. Oh iya, aku memang menyukai cerita hantu, film horror, dan
novel-novel bertema hantu. Entah kenapa aku sangat menyukai segala sesuatu yang
berbau hantu, walau sebenarnya aku adalah orang yang sangat penakut.
Malam
itu, aku bersama tiga orang temanku—Aneu, astrin, dan kiki—sedang
berkumpul di kamar kiki, di samping kamarku yang berada di lantai dua,
membicarakan banyak hal hingga kami semua tertawa terbahak-bahak. Kami memang
akrab sekali karena kami tinggal satu kosan. tidak lama berselang, kami mulai
bosan, tidak ada pembicaraan menarik lagi untuk kami bahas. Hingga akhirnya
sebuah ide tercetus untuk mengobati kebosanan kami.
”eh Rul, bukannya kamu punya papan Ouija? Udah
pernah di mainin belum? Mainin yu, mainin yu..!!” kata astrin bersemangat.
“ada sih, tapi.. yakin mau di mainin sekarang?”
“ya sekarang! Kenapa emangnya? Takut ya?! Hahhaha..
ahh, penakut!”
“usir aja si Nurul dari kamar ini.. hhaha..” ejek
kiki padaku.
“siapa bilang aku takut! Kalian tunggu disini, aku
ambil papannya dulu di kamar..”
Tak lama berselang, aku kembali dengan membawa
sebuah papan.
“tunggu, kalian bener mau mainin permainan ini? ini
malam jumat kliwon looh?” ujar Aneu.
“iya, juga sih.. jadi gimana? Atau ga usah aja?”
ujarku.
“aah, harus jadi doong. Tanggung, papannya udah
disini. atau jangan-jangan kalian berdua takut yaa? Hhahaha.. katanya berani,
sama setan aja takut, huuu..” ejek
astrin.
“usir aja Nurul sama aneu di kamar ini.. hhahaha”
kiki menimpali.
“kata siapa aku takut? Aku ga takut sama sekali..
kamu takut ga neu? Ga takut kan?! Ga kan?! justru yang aku khawatirkan kalian
ketakutan pas di tengah-tengah permainan” ujarku so berani.
“terus, cara maininnya gimana nih rul?” Tanya aneu.
“aku gatau, kita browsing aja di internet. ‘Cara
memainkan papan Ouija’..”
Aku langsung mengambil HP dan memasukkan keyword
yang tadi kusebutkan
“ Tunggu.. nah.. pertama, matikan lampu. Permainan
harus di lakukan di ruangan gelap dengan jumlah pemain maksimal 4 orang.
Kemudian nyalakan lilin”
“aku punya lilin, tapi lilin ulang tahun. Ga
apa-apa ya, aku nyalain. Trus apa lagi rul?” ujar kiki
“terus setelah itu pegang penunjuk papannya dengan
satu jari semua pemain, dan setelah itu bacakan mantranya. Tapiii.. tunggu,
mantranya bahasa inggris”
“hhahahaha.. mana ngerti kuntilanak Bandung sama
bahasa inggris” ujar kiki terbahak-bahak.
“aah, gampang mantra mah, tinggal bilang aja ’untuk
seseorang yang ada disini, siapapun itu, kami mengajakmu untuk berbincang
bersama kami”
‘brukk’
“astaga!” kami tersentak kaget. tiba-tiba terdengar
suara keras di luar, seperti ada sesuatu yang jatuh.
“suara apa tadi?” Tanya Aneu.
“Ah, udah jangan dihiraukan. Paling suara kucing. sekarang
kalian pegang penunjuk papannya. Loh, loh kenapa memakai jari tengah, harusnya
kan jari telunjuk, ah kalian ada-ada aja”
Mereka hanya tertawa dan tetap menempelkan jari
tengahnya pada penunjuk papan. Setelah itu, kunyalakan radio dengan volume
kecil di frekuensi 105,9 ardan radio yang tepat sedang menyiarkan acara
nightmareside. Semua menjerit kaget ketika mendengar lagu lengser wengi, sebuah
lagu yang sering diputarkan sebagai pembukaan sebelum acara nightmareside ardan
dimulai.
“kenapa radionya dinyalakan rul?” Tanya aneu.
“backsound” bisikku pelan. Kemudian aku mulai
membacakan mantra.
“untuk seseorang yang ada disini, siapapun itu,
kami mengajakmu untuk berbincang bersama kami..
untuk seseorang yang ada disini, siapapun itu, kami
mengajakmu untuk berbincang bersama kami
untuk siapapun yang ada disini, kami mengajakmu
untuk berbincang bersama kami”
“kok ga
gerak-gerak sih rul? Mungkin setannya lagi asik sama gadgetnya kalii.. ” ujar
Astrin.
Kemudian aku mengulang membacakan matranya dengan
penuh konsentrasi.
“untuk seseorang yang ada disini, siapapun itu,
kami mengajakmu untuk berbincang bersama kami..
untuk seseorang yang ada disini, siapapun itu, kami
mengajakmu untuk berbincang bersama kami..
untuk seseorang yang ada disini, siapapun itu, kami
mengajakmu untuk berbincang bersama kami..
untuk seseorang yang ada disini, siapapun itu, kami
mengajakmu untuk berbincang bersama kami..
untuk seseorang yang ada disini, siapapun itu, kami
mengajakmu untuk berbincang bersama kami..”
aku terus mengulangnya hingga tukang nasgor naik
haji sudah tamat di TV. Hehehe.. engga deh..
astrin kemudian dengan lantang ia membacakan mantra
dalam bahasa sunda.
“saha wae nu aya didieu, rek aki-aki, rek
nini-nini, kadieu.”
(siapapun yang ada disini, mau kakek-kakek, mau
nenek-nenek, kesini)
“saha wae nu aya didieu, rek aki-aki, rek
nini-nini, kadieu. Ngobrol didieu wani mah”
(siapapun yang ada disini, mau kakek-kakek, mau
nenek-nenek, kesini. Ngobrol disini kalo berani)
Tiba-tiba lilin mati, dan ruangan gelap gulita.
“yaah, lilinnya habis. Udahan ah” ujar astrin.
“belum juga mulai. Ah, ini gara-gara si kiki, bukannya
pake lilin asli malah pake lilin ulang tahun. Guys, Kita keluarin aja kiki dari
kosan hhaha” ujar aneu.
Ketika aku sedang meraba-raba dinding untuk mencari
stop kontak lampu kamar yang akan kunyalakan kembali, tiba tiba terdengar suara
seperti kakek-kakek batuk. Bulu kudukku mulai meremang. Tapi aku bersikap biasa
saja. Setelah kunyalakan lampu dan merapihkan papan Ouija, aku menanyakan suara
yang kudengar tadi pada teman-temanku.
“eh, kalian tadi dengar ada yang batuk gak sih?
Kayak suara kakek-kakek gitu”
“aku malah dengar suara kuntilanak ketawa” jawab
kiki
“dimana?” tanyaku antusias.
“di radio. Hhaha.. kan kita lagi dengerin
nightmareside. Eh, kalian semua nginep
disini kan? Nginep yaa.. nginep yaa.. cukup kok kasurnya buat berempat.. kan
ada dua.. ”
“yaudah tin kita nginep disini, lagian aku lupa
menyalakan lampu bawah.” Ujar aneu.
“iya deh”
“Nurul juga ya.. ya yaa..” bujuk kiki.
Aku hanya mengangguk, Kemudian kumatikan radio dan kami
semua merapihkan dua kasur yang kami rapatkan dan mengambil posisi untuk tidur.
Setelah kami semua berbaring dan menarik selimut, diluar terdengar seperti ada
seseorang yang memukul-mukulkan kunci gembok pada pagar depan. Awalnya kami
mengacuhkannya, tapi aneu segera bangkit dari kasur.
“itu eri deh kayaknya..”
“eri? Ah ga mungkin neu, eri kan lagi ke Jakarta.
Lagian dia tadi sms aku kok, katanya dia pulangnya dua hari lagi..” jawab
astrin.
“Terus yang di luar siapa?”
Kemudian aku mengusulkan untuk melihatnya keluar
bersama-sama.
“ayolah kii.. kita lihat keluar, siapa tau eri ga
jadi nginep di Jakarta. Kasian dia mau masuk kosan susah, kayaknya eri lupa ga
bawa kunci gerbang.. ayolah” bujukku pada kiki.
“hmm.. ga mau aah,, kalian aja yang keluar, aku
ngantuk pengen tidur”
“yaudah rul, tinggalin aja dia sendiri. Biar dia
rasain kalo ada hantu dia ketakutan sendiri!” sahut astrin.
“Bodo!” timpal kiki.
Kemudian kami bertiga keluar kamar menuju pintu
luar untuk melihat siapa yang memukul-mukul pagar. Astrin mulai menuruni
tangga, diikuti dengan aku, dan aneu yang paling belakang. Setelah kami sampai
di depan pintu luar, kami mengintip melalui jendela. Dan ternyata diluar tidak
ada siapa-siapa. Kami berbalik arah untuk kembali ke kamar, tapi baru saja kami
maju dua langkah, suara itu terdengar lagi, bahkan lebih bising dari
sebelumnya, dan ketika kami mengintipnya, ternyata itu..
“astaga!!! Po.. pocooooooong!!!”
Kami bertiga lari terbirit-birit dan saling menarik
baju. Dan, ketika kami handak menaiki tangga, di bawah tangga ternyata ada
seorang kakek-kakek yang berdiri bungkuk, memakai kemeja pendek berwarna hijau
tua dan celana kain hitam yang penuh darah dengan mata yang bolong dan.. dan..
kaki kanan yang bengkok. Dia berjalan seperti hendak menghampiri kami dengan
menyeret kaki kanannya yang hampir lepas dari tubuhnya. Kami semua berteriak
histeris dan terus berlari menaiki tangga. Kemudian kami semua masuk kamar dan
menguncinya. Kami bertiga saling berpelukan di pojok kamar dengan di tutupi
selimut. Terdengar suara langkah kaki yang di seret sedang berjalan menuju kearah
kamar. kami bertiga sangat ketakutan. Berusaha diam tanpa suara dengan menutup
mulut.
“saha nu wani nantang aing?”
“saha nu wani nantang aing?”
“saha nu wani nantang aing?”
Kami semua menahan untuk tidak bersuara, dan
kemudian suara langkah kaki itu perlahan menjauh dari kamar dan tidak terdengar
lagi.
“oh iya, mana kiki?” seru ku pada astrin dan aneu.
Aku khawatir dia di ganggu setan itu juga sebab
tadi kami meninggalkannya sendiri.
Ketika aku berdiri, kakiku tersandung sesuatu,
ketika kulihat kebawah ternyata itu sebuah kaki.
“ah syukurlah”
“kenapa rul?”Tanya aneu.
“itu dia si kiki, dia tidur pulas. Syukurlah, dia
tidak di ganggu kakek-kakek tadi”
Kulihat seluruh tubuh kiki di tutupi selimut.
“eh coba cek dulu Rul, apa bener itu kiki?” ujar
astrin.
“hush, kamu ngomongnya jangan sembarangan. Jelaslah
itu kiki, tadi kan sebelum kita pergi ke bawah dia memang lagi tidur”
“tapi ga ada salahnya kita lihat dia, kita
bangunin, siapa tau dia bukan tidur, tapi pingsan.”
“ yaudah deh. Ki.. ki.. ki bangun ki..”
Dan ketika ku buka selimutnya
“astaga!”
Kiki sedang melotot dengan tangan yang menggenggam
erat spei. Dan.. dan matanya kini sedang melototi kami bertiga.
“ki.. ki kamu kenapa.. ki sadar ki..”
“saha nu wani nantang aing..”
Astaga! Ternyata kiki kesurupan. Kami bertiga
berteriak ketakutan dan lari kearah pintu.
“neu.. neu.. cepat buka pintunya..”
“pin..pintunya susah dibuka..”
“cepet neu..”
Kini kiki berdiri dari kasurnya. Dengan rambut yang
terurai berantakan, ia menghampiri kami. ia berjalan kearah kami dengan
menyeret kaki kanannya, persis seperti yang dilakukan oleh kakek yang mengejar
kami. Setelah pintu berhasil terbuka, aneu menutup pintu kamar dan menahannya
agar kiki tidak keluar.
“astrin, Nurul, cepat keluar cari bantuan, aku
bakalan nahan kiki biar ga keluar kamar”
Tanpa fikir panjang, aku dan astrin berlari kerumah
pemilik kosan. kami kembali dengan di temani ibu kos, bapak kos, dan orang
pintar. Ibu kos telah membawakan se-teko teh manis untuk kami.
tak lama
kemudian orang pintar itu berhasil menyadarkan kiki. Beliau bilang bahwa kakek
itu adalah korban kecelakaan di rel kereta yang tepat berada di depan kosan
kami, roh nya sampai sekarang bergentayangan dan tinggal di sebuah sekolah SMA
yang juga tepat berada di samping kosan kami. Setelah semuanya kembali baik,
ibu kos, bapak kos, dan orang pintar itu berpamitan pulang. Ibu kos bilang kami
tak usah mengantarkan mereka kebawah karena ibu kos sudah membawa kunci
cadangannya. Kami semua mengucapkan terimakasih pada mereka, dan merekapun
berbalik arah menuruni tangga.
Tapi, entah
kenapa bulu kudukku masih meremang, kupicingkan mata kearah tangga.
“satu.. dua.. tiga… empat..? hah?! Kenapa ada empat
orang?”
Astaga! Ternyata kakek itu mengikuti mereka dari
belakang.
***
…Pssstt.. Hey.. Hallo..
gimana ceritanya? Seru? akan kuberitahu sesuatu tentang kebenaran cerita ini.
oke.. semua adegan dalam cerita ini hanya rekayasa, tapi untuk tempat, papan
ouija, dan nama-nama yang ada dalam cerita ini nyata, mereka ada, termasuk..
hantu yang di deskripsikan di dalamnya.. ‘mereka’ memang ada di situ dan
‘mereka’ memang terlihat seperti itu.. sampai saat ini, papan Ouija yang
dimaksud masih ada, dan belum pernah sekalipun dipakai.. Terimakasih sudah
membaca...^^
Oops.. satu lagi..
Untuk nama-nama
yang saya pakai dalam cerita ini, mohon untuk tidak menyebutkan lokasi yang
sebenarnya untuk menjaga kerahasiaan lokasi..^^
Pict sc: my own pict