Sudah sewajarnya jika mahasiswa
yang merantau atau memiliki rumah yang jauh dari kampusnya memilih untuk
tinggal di sebuah kosan. Tentunya kriteria kosan yang baik adalah yang terdekat
dengan kampus, supermarket, warung nasi, tukang fotocopy, dan tempat ibadah.
Tapi, yang perlu diingat adalah kamu tak pernah tahu bagaimana sejarah kosan
yang kamu tempati sekarang, tentang bagaimana lingkungannya, tentang seperti
apa suasana malamnya, atau tentang tanah tempat berdirinya bangunan itu.
Malam itu aku sedang berbaring di
ruang tengah di depan pintu kamar sambil internetan di laptop. Ini adalah hari
pertama aku menempati kosan ini.
Sebelumnya aku tinggal di kosan
yang lumayan jauh dari kampus. Karena aku tidak punya motor, jadi aku merasa
capek kalau harus menempuh jarak yang lumayan jauh setiap harinya. Kebetulan
ada kosan kosong bekas seniorku yang sudah lulus, lokasinya sangat strategis
dan dekat dengan kampus. Jadi ku putuskan untuk pindah kesana.
Dari tadi sore, seusai merapihkan
barang-barang dikamarku, aku hanya berbaring malas-malasan di ruang tengah. TV
14 inch berlayar cembung yang terletak bersebrangan dengan kamarku hanya
kunyalakan sebentar, lalu kumatikan lagi. Tidak ada acara yang menarik,
fikirku. Aku hanya asik memainkan laptop-ku,
sambil sekali-sekali mengecek ke layar HP. Tiba-tiba, suara dering HP-ku
berhasil memecah keheningan di ruangan itu. setelah kulihat di layar, ternyata
itu dari kak Anis, pemilik kamar kos ini sebelum kutempati. Kak Anis menelepon
hanya untuk mencari bukunya yang tertinggal di kamar, dan besok sore dia akan
mampir ke kosan ini sebentar untuk mengambil bukunya. Tapi, diakhir kalimat, ia
mengatakan sesuatu kepadaku.
“Rul penghuni kosan disitu kan
lagi pada nginep di rumah kakak, terus malam ini kamu sama siapa disitu?”
“kalo semuanya pada nginep,
berarti aku sendirian disini kak”
“hmm.. kamu pernah dengar cerita
ga tentang kosan itu?”
Cerita? Engga.. cerita apa kak?”
“hmm.. engga deh, besok aja aku
ceritainnya.. yaudah, hati-hati aja ya.. kalo bisa, temen kamu suruh nginep aja
disitu, daripada gaada temen ngobrol”
Setelah berbicara seperti itu,
kak Anis berpamitan dan menutup teleponnya.
Aku langsung melanjutkan memainkan laptop-ku tanpa menghiraukan
perkataannya. Lagipula, aku sudah terbiasa sendiri. Asal jendela dan pintu
terkunci rapat, tak ada yang perlu aku khawatirkan.
Aku masih menatap layar laptop-ku.
Mengetik cerpen untuk aku upload di blog pribadiku. Tapi sudah 3 jam, cerpen
yang kubuat belum juga usai. Sepertinya
hari ini tidak ada inspirasi. Aku kemudian menghubungi Nita, temanku yang
tinggal di kosanku yang dulu. Dan akhirnya kami pindah ke Skype agar bisa video
call. ternyata ada Ira juga disana, teman satu kelasku, dan kami ngobrol ini
itu dan bercanda sampai tertawa terpingkal-pingkal. Namun ketika di tengah obrolan,
tiba-tiba.. mereka berdua berhenti tertawa. Mata mereka focus seperti
memandangi layar laptopnya. Ternyata di kotak kecil sebelah kanan atas yang
menampilkan gambarku, aku melihat seseorang melangkahiku dan berjalan lurus
kearah kamarku. Sesuatu itu berjalan lumayan lambat, karenanya aku bisa
melihatnya jelas dari pinggang hingga kakinya.
“tunggu, tadi kalian liat sesuatu
ga?” tanyaku pada mereka.
“hmm.. li..liat sih” ucap nita.
Ira pun mengangguk setuju. aku mendadak diselimuti rasa takut sekarang,
mengingat kak Anis juga berkata kalau ada cerita tentang kosan ini. Kufikir
mungkin ceritanya bukan tentang hal seperti ini. Tapi sekarang aku yakin,
cerita yang kak Anis maksud adalah cerita tentang penghuni lain di kosan ini.
Dengan keringat dingin yang mengucur, nyaliku mulai menciut dan air mata pun
ikut menetes.
“kalian tahu ga, kak Anis tadi
sempet bilang sesuatu ke aku tentang hal ini”
“kayaknya kamu malem ini nginep
aja disini sama kita, nanti kita jemput kesitu sambil sekalian kita beli makan
malam” usul Ira. Aku mengangguk saja karena kufikir itu solusi terbaik untuk
sekarang ini. tapi tiba-tiba Nita menjerit sambil menunjuk layar laptopnya. Nita
pun ikut berteriak
“Astagfirullah..!!
Astagfirullah..!! Nurul, itu dibelakang
kamu!!” seru Ira padaku.
Reflek aku langsung melihat pada layar
laptop yang mengambil gambarku. Astaga!! Aku benar-benar tak percaya,
dibelakangku ada sosok hitam yang sangat tinggi berjalan terseok-seok
menghampiriku. Bentuknya tidak menyerupai manusia, karena dia tidak memiliki
pundak.. seperti.. seperti burung.. dengan leher yang panjang, rambut hitam
menjuntai, wajah putih dan mata yang merah besar yang menonjol keluar.
“Aaaaaaaaa!!”
Aku berteriak histeris, saat aku
melihat ke belakang, wajahku dan wajah makhluk itu kini tepat saling
berhadap-hadapan. Hanya ada jarak sekitar 3 cm antara kami. Lututku lemas,
seluruh badanku bergetar hebat, pandanganku mulai kabur, dan aku kehilangan
kesadaranku.
Aku tak tau berapa lama aku tak
sadarkan diri, yang jelas ketika hidungku sudah dapat mencium bau minyak kayu
putih, aku mencoba membuka mataku perlahan, dan kulihat, banyak orang yang
mengelilingiku. Diantaranya ada Ibu dan Bapak pemilik kosan, tetangga disamping
kosan, pak ustad, dan Ada Ira dan Nita juga. Setelah Nita memberikanku teh
manis hangat, ia menceritakan padaku apa yang terjadi. Ternyata, setelah aku
berteriak histeris, aku tiba-tiba menggeram sendiri dan berjalan seperti
merangkak, namun dengan posisi kaki yang hampir tegak. Nita menambahkan bahwa
Ketika mataku melihat layar laptop, aku menyeringai dan kemudian menginjak
laptop itu.
setelah koneksi skype terputus,
mereka langsung berinisiatif untuk dating kesini dengan membawa beberapa orang,
termasuk pak Ustad, karena mereka khawatir terjadi apa-apa denganku. Pak ustad
bilang, kalau aku harus banyak beribadah dan berdoa. Agar hal ini tidak
terulang lagi.
Setelah keadaan mulai membaik, orang-orang
berpamitan. Dan malam itu, aku memutuskan untuk menginap di kosan Nita.
Pict sc : google
Pict sc : google